Mahram Yang Haram Untuk Dinikahi
Desember 20, 2024
Taaruf berasal dari kata ta'arafa - yata'arafu. Artinya saling mengenal sebelum menuju jenjang pernikahan. Ta’aruf dalam Islam sebagian juga mengartikan sebagai perkenalan. Sedangkan apa itu taaruf menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), taaruf adalah perkenalan. Kemudian, dalam konteks pernikahan, taaruf yang dimaksud ialah perkenalan dengan lawan jenis. Ta’aruf merupakan proses pengenalan antara laki-laki dan perempuan untuk menuju jenjang pernikahan. Sementara itu, pacaran merupakan hubungan perkenalan antara laki-laki dan perempuan yang didasari pada kesenangan duniawi dan belum tentu bisa menuju pernikahan
Taaruf sendiri umumnya dilakukan sebelum khitbah. Khitbah adalah meminang atau lamaran, menawarkan diri untuk menikah. Beda pacaran dengan taaruf adalah dalam pacaran bisa menimbulkan zina, seperti zina mata karena saling memandang terlalu lama, zina tangan karena saling bergandengan dan lain sebagainya. Taaruf itu sendiri dilakukan supaya seseorang terhindar dari perbuatan zina tersebut.
Ta’aruf adalah proses saling mengenal antara dua orang lawan jenis yang ingin menikah. Jika di antara mereka berdua ada kecocokan maka bisa berlanjut ke jenjang pernikahan namun jika tidak maka proses pun berhenti dan tidak berlanjut.
HUKUM
Islam tidak melarang ta’aruf, dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ أَرَادَ أَنْ يَتَزَوَّجَ امْرَأَةً فَقَالَ لَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « اذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا
Dari Anas bin Malik bahwa Al Mughiroh bin Syu’bah ingin menikah seorang wanita, maka Rasulullah -shalallohu alaihi wa sallam- berkata kepadanya, “Pergi lalu lihatlah dia, sesungguhnya hal itu menimbulkan kasih sayang dan kedekatan antara kalian berdua”. (diriwayatkan oleh Ibnu Majah no 1938 dan dishahihkan oleh syeikh Al Albani dalam shahih Ibnu Majah)
Hadits ini mengisyaratkan pentingnya mengenal wanita yang hendak ia nikahi, yaitu dengan melihatnya. Melihat di sini, tentunya adalah salah satu tahapan ta’aruf. Syeikh Assa’di -rahimahulloh- menegaskan, “Bahkan syari’at telah membolehkan untuk melihat wanita yang hendak dinikahinya agar ia berada di atas ilmu tentang wanita yang akan dinikahinya” (Tafsir As sa’di I/164)
HAKIKAT
Hakikatnya, ta’aruf merupakan proses perkenalan yang dilakukan untuk mengetahui informasi sebanyak-banyaknya tentang calon pasangan. Hal ini dapat dilakukan sebagai bentuk ikhtiar penjajakan menuju perkawinan. Ringkasnya, ta`aruf dilakukan dengan mempertemukan pihak-pihak yang berkeinginan untuk menyepakati tujuan agar bisa saling mengenal lebih jauh. Saat melakukan ta’aruf, baik pria atau wanita memiliki hak untuk mengajukan pertanyaan rinci tentang kebiasaan, karakteristik, penyakit, visi misi ke depannya dalam menjalani rumah tangga, bahkan hal-hal yang bersifat psikologis yang lainnya juga penting untuk ditanyakan sebagai persiapan mental untuk ke depannya jika menghadapi konflik pernikahan akan diatasi dengan cara yang bagaimana yang dirasa nyaman menurut cara pandang masing-masing.
Karena tujuan dari ta’aruf itu adalah untuk mendapatkan kemantapan hati dalam memilih calon pasangan, maka diharapkan setelah proses ta’aruf ini di antara kedua belah pihak mendapat kesiapan mental dan spiritual yang lebih matang dalam menerapkan visi misi dalam berumah tangga ke depannya. Karena tak jarang di tengah perjalanan berumah tangga, justru bukan saja masalah finansial yang sering menjadi penyebab adanya konflik, melainkan bedanya cara pandang masing-masing pihak dalam menyikapi ujian rumah tangga.
LARANGAN
Dari sini kita dapat mengasumsikan bahwa dalam praktiknya yang tidak boleh itu adalah kegiatannya yang menjurus ke arah maksiat, seperti jalan berdua, atau berinteraksi yang berlebihan selayaknya suami istri seperti salim (mencium tangan) dan yang lainnya. Karena dalam statusnya dua orang yang sedang ta’aruf itu masih belum halal atau belum sah menjadi suami istri. Oleh sebab itu tidak dibenarkan jika dengan alasan sebentar lagi akan menjadi “halal” maka dengan bebasnya melakukan aktivitas yang mendekati zina. Karena Islam sangat menjaga kesucian, bisa kita lihat di setiap bab awal ilmu fikih akan didapati bahasan tentang thaharah (bersuci). Begitupun kesucian diri, jiwa dan nasab sangat dijaga oleh Islam sehingga ada rambu-rambu yang mestinya dijaga dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan sampai waktunya dihalalkan setelah terjadi akad nikah. Semua yang diawali dengan mengikuti aturan, tentulah rumah tangganya akan dipenuhi dengan keberkahan.
Ta’aruf bukanlah pernikahan yang menghalalkan apa yang dihalalkan bagi pasangan suami istri. Ta’aruf hanyalah proses pra pernikahan, maka selama akad nikah belum diikrarkan, maka mereka berdua adalah dua orang yang bukan mahram harus menjaga ada-adab islam.
Namun, belakangan ini, ta’aruf mengalami penyempitan makna, karena telah diselewengkan kepada makna pacaran yang jelas-jelas diingkari oleh islam. Islam tidak mensyariatkan pacaran untuk menempuh ke jenjang pernikahan. Namun islam mensyariatkan ta’aruf sesuai batasan-batasan syariat. Pastinya ada hal-hal utama yang tak boleh dilakukan, mudahnya disingkat KKNI yakni Khalwat (menyepi laki-laki dan perempuan), Khauful fitnah (takut adanya fitnah), Nazhrul aurat (melihat aurat), Ikhtilat (pegang-pegangan). Bukan istilah pacaran atau ta'aruf yang menjadi penilaian, yang terpenting adalah praktiknya. Sehingga kita tidak hanya sekedar meributkan istilah ta'aruf atau pacarannya tapi batas-batasnya yang perlu diperhatikan.
PROSES
Ta’aruf yang benar adalah dengan langkah sebagai berikut:
Pertama: Pihak lelaki mencari keterangan tentang biografi, karakter, sifat, atau hal lain pada wanita yang ingin ia pinang melalui seseorang yang mengenal baik tentangnya demi maslahat pernikahan. Bisa dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang, seperti istri teman atau yang lainnya. Demikian pula dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berkeinginan meminang dapat menempuh cara yang sama.
Dalam menempuh langkah pertama ini, perlu memperhatikan beberapa perkara antara lain:
a. Tidak berkhulwat (berdua-duaan) dalam mencari informasi secara langsung dari wanita terkait dan sebaliknya. Nabi r menegaskan :
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ
Dan janganlah seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali jika sang wanita bersama mahromnya ( HR Al-Bukhari no 3006 dan Muslim 1341)
Kemudian Nabi -shalallohu alaihi wa sallam- kembali menjelaskan hikmah dari larangan ini dalam sabdanya:
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثُهُمَا الشَّيْطَانُ
Tidaklah seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali syaitan adalah orang ketiga di antara mereka berdua HR Ahmad 1/18, Ibnu Hibban (lihat shahih Ibnu Hibban 1/436)
b. Tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa menjeremuskan seseorang ke kubangan perzinahan apalagi perbuatan zina itu sendiri dengan berbagai macam bentuknya.
كُتِبَ عَلىَ ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ: الْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَاْلأُذُنَانِ زِنَاهُمَا اْلاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِنَاهُ الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهُ الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ
“Telah ditulis bagi tiap anak Adam bagiannya dari zina, dia pasti akan melakukan, yaitu kedua mata berzina dengan memandang, kedua telinga berzina dengan mendengar, lisan berzina dengan berbicara, tangan berzina dengan memegang, kaki berzina dengan melangkah, sementara qolbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan lah yang membenarkannya atau mendustakannya.” (diriwayatkan oleh Shahih Targhib wa tarhib II/398)
c. Tidak ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan wanita bukan mahram)
Kedua : Setelah menemukan kecocokan dan sebelum khitbah, maka bagi lelaki disunnahkan melihat wanita yang ingin ia nikahi. Hal ini karena bermodalkan informasi saja terkadang tidak cukup, karena kondisi seseorang atau kecantikan seseorang itu relatif. Bisa saja cantik menurut kacamata seseorang, namun tidak cantik menurutnya. Sehingga syeikh utsaimin menegaskan, “Sesungguhnya penglihatan orang lain tidak mewakili penglihatan sendiri secara langsung. Bisa jadi seorang wanita cantik menurut seseorang namun tidak cantik menurut orang yang lain”. (Syarhul Mumti’ XII/20). Saat seorang lelaki ingin wanita yang akan ia khitbah, maka ia harus memperhatikan rambu-rambu nadzor yang telah dijelaskan oleh syeikh Utsamin dalam Syarhul Mumti’ XII/22 sebagai berikut :
a. Tidak berkholwat (berdua-duaan) dengan sang wanita tatkala memandangnya.
Untuk menjauhi kholwat ketika nadzor, maka ia bisa melihat wanita yang ingin ia pinang ditemani wali si wanita atau jika tidak mampu maka ia bisa bersembunyi dan melihat wanita tersebut di tempat di mana ia sering melalui tempat tersebut.
b. Hendaknya memandangnya dengan tanpa syahwat, karena nadzor (memandang) wanita ajnabiyah karena syahwat diharamkan. Selain itu, tujuan dari melihat calon istri adalah untuk mengetahui kondisinya bukan untuk menikmatinya.
c. Hendaknya ia memiliki prasangka kuat bahwa sang wanita akan menerima lamarannya.
d. Hendaknya ia memandang kepada apa yang biasanya nampak dari tubuh sang wanita, seperti muka, telapak tangan, leher, dan kaki.
e. Hendaknya ia benar-benar bertekad untuk melamar sang wanita. Yaitu hendaknya pandangannya terhadap sang wanita itu merupakan hasil dari keseriusannya untuk maju menemui wali wanita tersebut untuk melamar putri mereka. Adapun jika ia hanya ingin berputar-putar melihat-lihat para wanita satu per satu, maka hal ini tidak diperbolehkan.
f. Hendaknya sang wanita yang dinadzornya tidak bertabarruj, memakai wangi-wangian, memakai celak, atau yang sarana-sarana kecantikan yang lainnya.
LANGKAH SINGKAT
Adapun tahapan proses ta’aruf meliputi beberapa hal berikut ini:
1. Mendatangi Kedua Orang Tua Calon Pasangan
Proses ta’aruf pertama yaitu mendatangi kedua orang tua calon pasangan. Pria dianjurkan untuk mendatangi langsung orang tuanya dan mengutarakan niat baiknua untuk menikah. Pastikan niat tersebut benar-benar baik dan dilakukan karena Allah SWT.
2. Bertukar CV atau Biodata Ta’aruf
Proses ta’aruf selanjutnya yaitu saling bertukar CV atau biodata untuk mengetahui latar belakang masing-masing calon pasangan. Dalam hal ini, proses pertukaran biodata ta’aruf dilakukan melalui pihak ketiga. Bisa juga dijelaskan melalui pihak ketiga atau orang terdekatnya.
3. Bertemu Calon Pasangan, Tapi Tidak Berdua
Dalam proses perkenalan sebaiknya tidak bertukar pesan terlalu sering. Cukup saja melalui CV atau biodata yang telah diberikan. Jika permohonan ta’aruf diterima baik maka diperbolehkan untuk bertemu.
4. Menutup Aurat dan Menjaga Pandangan
Ketika bertemu dengan calon pasangan, dianjurkan untuk menjaga pandangan terhadap lawan jenis karena bisa menimbulkan zina. Selain itu, wanita saat bertemu dengan calonnya hendaknya menutup aurat.
5. Memberikan Hadiah Kepada Calon Pasangan
Dalam proses ta’aruf, seorang pria diperbolehkan untuk memberikan hadiah kepada calon istrinya. Nantinya hadiah tersebut bisa jadi hak milik wanita sepenuhnya.
6. Mempersiapkan Waktu Khitbah dan Akad
Tahap ta’aruf selanjutnya hendaknya dilakukan dengan mempersiapkan waktu khitbah dan akad untuk menikah. Sebaiknya jaraknya tidak terlalu lama agar tidak menimbulkan fitnah. Jarak yang ideal dari ta’aruf menuju khitbah yaitu sekitar 1-3 minggu.
7. Meluruskan Niat Melalui Salat Istikharah
Jika proses ta’aruf telah dilaksanakan, pria dan wanita bisa saling meluruskan niatnya yaitu menikah untuk beribadah kepada Allah SWT. Salat istikharah sendiri merupakan ibadah salat sunah yang dikerjakan oleh setiap umat muslim sebagai upaya permohonan untuk mendapatkan pilihan terbaik.
YANG HARUS DIKETAHUI
Ada beberapa hal yang utama untuk diketahui agar memudahkan mendapatkan gambaran dari calon pasangan ketika ta’aruf:
Siapa dia, terkait dengan nama, umur, status
Siapa orang tuanya, terkait dengan nasab, latar belakang
Aktifitas keislamannya, mondok, pengajian, ta’lim
Aktifitas keseharian, kerja, ngajar, bisnis
Gambaran rumah tangga yg di inginkan
0 Komentar